Sebagaimana diceritakan oleh Abu Abdullah Khawas rah.a –salah seorang muridnya-. Katanya, “Suatu ketika kami pergi ke daerah Raye bersama Syaikh Hatam rah.a. Kami berangkat bersama rombongan sejumlah 330 orang dengan niat untuk ibadah haji. Semua orang dalam jemaah itu adalah mutawakkiliin yang tidak membawa bekal apa-apa untuk perjalanan. Di kampung Raye kami melewati seorang pedagang. Ia menyambut kami untuk makan malam dan melayani kami selama satu malam. Keesokan harinya orang itu berkata kepada Syaikh, “Saya hendak pergi mengunjungi seorang ulama yang sedang sakit. Jika tuan menginingkan, mari kita pergi bersama.” Maka Syaikh Abu Hatam rah.a berkata, “Menengok orang sakit adalah berpahala, terlebih lagi menengok ulama adalah ibadah. Saya hendak ikut ke sana.” Ulama yang sakit itu adalah Qadhi di kawasan Raye yaitu Syaikh Muhammad bin Muqaatil rah.a.
Ketika sampai di dekat rumah itu, Syaikh Abu Hatam rah.a kelihatan gelisah melihat rumah ulama itu, lalu berkata, “Allahu Akbar! Rumah seorang alim begitu megah bagaikan satu mahligai!” Kami minta izin untuk masuk. Kami melihat interior rumah itu bagus, bersih, luas, dan mewah. Di beberapa tempat tergantung tirai-tirai. Melihat keadaan rumah itu Abu Hatam rah.a tenggelam dalam pemikirannya sendiri.
Ketika kami menemui qadhi itu, kami melihat ia sedang istirahat, berbaring di tempat tidur yang sangat lembut. Salah seorang pembantunya sedang mengipasi bagian kepalanya. Pedagang itu memberi salam dan duduk di sebelah tempat tidurnya lalu menyapa, “Apa kabar?”
Komentar Terbaru